Terlalu lama kita membiarkan rakyat makan seadanya. Sebagai Negara yang 75 persen wilayahnya berupa lautan yang luasnya 5,8 juta km persegi, konsumsi ikan rakyat kita masih rendah. Tingkat konsumsi ikan per kapita di Jawa Tengah tahun 2007 kurang dari 26 kg/kapita/tahun. Rendahnya tingkat konsumsi ikan per kapita per tahun ini menunjukkan masih rendahnya budaya makan ikan dibandingkan negara-negara lain seperti Jepang (110 kg), Korea Selatan (85 kg), Amerika Serikat (80 kg), Singapura (80 kg), Hongkong (85 kg), Malaysia (45 kg), dan Thailand (35 kg).
Sejarah budidaya ikan air tawar di Indonesia memang berawal di Jabar. Provinsi Jabar tercatat sebagai wilayah yang menghasilkan lebih dari separuh ikan air tawar konsumsi yang beredar di pasar lokal. Tak heran jika budaya memelihara ikan begitu mengakar di wilayah ini. Sejak ikan mas diintroduksi pada awal abad 19, ikan yang konon berasal dari wilayah China ini terus menyebar dan meningkat produksinya dari tahun ke tahun. Pada 2007, provinsi tersebut menghasilkan sekitar 124 ribu ton ikan mas, 66.000 ton ikan nila, 6.000 ton ikan patin, dan 11.000 ton bawal air tawar. Jadi, totalnya 208 ribu ton lebih atau 58% dari total produksi ikan air tawar yang dihasilkan Indonesia. Dari keempat jenis ikan tersebut saja, nilai uang yang dihasilkan mencapai Rp696,5 miliar.
Produksi ikan air tawar yang terus meningkat perlu diimbangi dengan perluasan pasar dan pengelolaan lingkungan perairan yang baik agar usaha ini berkelanjutan. Seiring makin tumbuhnya kesadaran masyarakat pada sumber pangan bergizi tinggi, konsumsi ikan per kapita per tahun terus meningkat. Menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), konsumsi ikan per kapita per tahun penduduk Indonesia pada 2006 telah mencapai 30 kg per kapita per tahun, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 28 kg. Hal ini menjadi salah satu pemicu peningkatan produksi ikan budidaya, khususnya ikan air tawar. Dalam kurun waktu lima tahun (2002—2006) terjadi peningkatan produksi ikan mas, nila, patin, dan bawal air tawar, masing-masing 19,2%, 65,5%, 9,6%, dan 251%.
Meningkatnya produksi ikan di wilayah ini antara lain didukung penguasaan teknologi budidaya para petaninya serta metode pemeliharaan yang bervariasi. Ikan tidak hanya dibesarkan di kolam atau sawah (minapadi), tapi juga di perairan umum, seperti sungai, danau, dan waduk. Sebagai contoh sebut saja Waduk Cirata. Wilayah ini telah lama berubah wajah menjadi sentra produksi ikan-ikan air tawar. Tak kurang dari 50.000 unit keramba jaring apung (KJA) beroperasi di danau buatan yang dibangun pada 1982 ini dengan omzet mencapai kurang lebih Rp1,3 triliun yang berasal dari penjualan ikan konsumsi, benih, pakan, serta sarana produksi perikanan lainnya.